Kisah cinta selalu dimulai dengan debaran menggebu saat bertemu dengan seseorang yang kita sayang, atau sekadar menerima telepon dari dia, sang pemilik hati. Seolah tak ada yang lebih membahagiakan selain melewati hari-hari bersama dengannya. Kita merasa menjadi orang paling bahagia di dunia ini karena berhasil menjadi satu-satunya wanita yang mengisi kekosongan harinya.
Dia yang dulu tak pernah kita bayangkan sebelumnya untuk menjadi bagian dari hidup kita, kini bertakhta di relung hati yang terdalam. Dia, orang asing yang sebelumnya kita tak kenal seperti apa pribadinya, sekarang bisa dengan mudah mengukir senyum hanya dengan sapaannya di layar handphone.
Hari-hari indah pun dimulai. Ketika bangun dari tidur di pagi hari, namanya sudah bertengger di halaman handphone disertai pesan 'Selamat pagi, kamu!' Sesederhana itu, tapi mampu membuat kita tertawa sendiri sambil membayangkan ekspresinya saat mengetik pesan itu.
Malam harinya, mendengar ceritanya tentang segala aktivitas keseharian yang dia jalani, menjadi obat penghilang rasa capeknya seharian penuh, membuat kita merasa kitalah yang paling dia butuhkan. Dengan polosnya kita juga melepaskan keluh kesah karena bermasalah di tempat kerja, tak sengaja menghilangkan barang teman, atau berantem dengan adik atau kakak di rumah. Dia seolah menjadi tempat ternyaman untuk menceritakan segalanya.
Kini dia yang dulu hanyalah sosok asing menjadi sosok paling penting untuk kita. Namun tetap saja, kerikil-kerikil pertikaian itu tak bisa terhindarkan dari hubungan kalian. Tak ada hubungan yang sempurna, begitu pun dengan hubungan kalian. Sehati-hati apapun kita, nyatanya tak mampu menghindari cobaan yang membuat kita tersandung hingga terjatuh ke jurang pertikaian. Entah itu permasalahan yang kau mulai sendiri, atau ketidaksengajaan dia yang membuat kau marah besar hingga memutuskan untuk menjaga jarak.
Seperti mimpi buruk, hubungan yang awalnya indah akhirnya tak bisa diselamatkan karena masing-masing dari kalian saling mempertahankan ego masing-masing. Tak ada yang mau mengalah, tak ada yang bersedia mendengar, dan tak ada yang mau memulai untuk kembali 'memperbaiki' apa yang sebenarnya belum hancur dan masih bisa terselamatkan.
Berkata "Aku lega, aku udah nggak sama dia lagi," sambil tersenyum kecut. Memang, ada bagian dari hatimu yang merasa begitu lega, plong, dan bebas ketika akhir yang kalian pilih adalah 'Perpisahan.' Namun, ada juga sudut hati yang menangis karena hal-hal indah itu kini hilang.
Dan yang paling menyakitkan dari sebuah perpisahan adalah ketika kalian berlagak seolah tidak saling kenal satu sama lain. Berakting seperti tak pernah terjadi apa-apa di antara kamu dan dia. Sebulan, dua bulan berlalu, kamu mulai kembali menata hati kamu yang sempat dibuat hancur lebur oleh kepergiannya. Move on adalah pilihan terbaik ketika kamu merasa tak ada lagi harapan untuk menjalin cinta dengan dia.
"Dia kini hanyalah sosok seseorang yang pernah kukenal." Itu yang kamu tanamkan dalam hatimu, tak lebih. Kamu pernah mengenal dia, karena kamu pernah tahu dia seperti apa. Kamu masih ingat dengan jelas suaranya, namun kamu tak lagi menyimpan nomor handphonenya. Kamu kenal cara dia mengetik pesan, kamu hafal setiap emoticon yang sering dia gunakan, dan kamu tahu dia tidak suka GIF message tertentu, namun kamu tak lagi menyimpan chat dia. Semua sudah kau hapus, tak ada jejaknya sama sekali di setiap panggilan, daftar kontak, pun tak ada kamu dalam koleksi followersnya di sosial media.
Kamu memilih menghapus segala yang tentang dia di hari yang sama ketika hubungan kalian selesai. Walau pernah ada cerita, namun sekarang kau memilih untuk memasukannya ke daftar 'orang yang pernah kukenal,' cukup seperti itu saja.
Begitulah, awal dan akhir selalu berhubungan. Kalian yang berawal dari dua orang asing, berakhir dengan menjadi orang asing satu sama lain.
Begitulah, awal dan akhir selalu berhubungan. Kalian yang berawal dari dua orang asing, berakhir dengan menjadi orang asing satu sama lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar