Postingan Populer
-
Bukan!! Ini bukan 'Kisah Sepotong Roti' yang pernah kamu baca sebelumnya. Kisah ini adalah kisah fiksi karangan saya sendiri. Kis...
Senin, 20 Agustus 2018
No Thank You
Kali ini aku ingin bercerita tentang sebuah kisah yang hingga kini masih membuatku menangis jika mengingatnya..
Di kota ini, beberapa tahun yang lalu aku menjalani sebuah hubungan yang indah dengan seorang Pria. Pria itu adalah kekasihku, dulu. Sebut saja dia Joe. Joe adalah pria yang membuat jantungku berdegup kencang ketika tangannya menyentuhku. Joe adalah pria yang membuat kupu-kupu dalam hatiku beterbangan ketika melihat kaki-kaki panjangnya melangkah menuju ke arahku, dengan seulas senyuman manis yang selalu membuatku luluh. Namun itu dulu..
Oh iya, saat aku mengetik kisah ini di laptop usangku, aku masih memasang foto kebersamaan kita saat kita masih merasakan apa itu bahagia.. Joe, pria yang tak pernah berhenti kurindukan hingga detik ini dan mungkin hingga nanti.
Malam itu ketika pergantian tahun 2013 ke tahun 2014, dia menjemputku dengan motornya menuju sebuah acara lepas tahun yang diadakan salah seorang sahabatnya di daerah Kleak, Kota Manado. Ya, cerita ini berlatar di kota yang terletak di ujung Utara pulau Sulawesi. Ini adalah kali pertama aku dan dia akan merayakan pergantian tahun sebagai pasangan kekasih.
Joe memintaku untuk menjadi kekasihnya tepat di tanggal 17 Agustus tahun 2013, jadi hubungan ini masih terbilang seumur jagung. Tapi entah mengapa aku begitu menyayanginya, begitu pun sebaliknya. Tak pernah terlewatkan semalam pun tanpa telepon darinya dan ucapan "Aku sayang kamu," untukku. Untuk meyakinkan bahwa akulah wanita yang dia pilih. Joe, pria yang masih kucintai hingga detik ini, mungkin sampai nanti.
Seolah janjian, kita berdua sama-sama memakai baju berwarna putih saat itu. Ya, mungkin ini yang dinamakan jodoh, hehehe. Pukul 20:00 WITA kita tiba di rumah sahabatnya yang bernama Ricko (nama samaran), yang empunya acara. Begitu tiba, Joe dengan bangga memperkenalkan aku kepada teman-temannya dengan kalimat, "Hey, kenalin ini cewek gue! Cantik kan?" sambil tertawa bahagia seolah baru saja memamerkan piala yang baru saja diraihnya. Ya, itulah Joe.
Aku tak peduli berapa banyak wanita, siapa saja wanita yang pernah dia perlakukan seperti itu, yang penting sekarang akulah ratunya. Akulah satu-satunya wanita yang berhasil membuatnya bertekuk lutut.
Makin malam, makin banyak undangan yang berdatangan. Dan salah satu hal yang umum dilakukan orang-orang di kota ini ketika merayakan hari besar adalah dengan minum minuman keras. Aku adalah wanita yang tak bisa mentolerir hal itu! Aku benci dengan minuman keras, aku tak suka. Aku juga tak suka jika priaku melakukannya baik sepengetahuanku atau diam-diam tanpa kutahu.
Begitu banyak botol dengan segala merk dan bentuk yang tak pernah kulihat sebelumnya kini hampir memenuhi meja yang semula disediakan makanan untuk para tamu. Musik dengan kencangnya menghentak rumah tersebut. Suara ledakan kembang api bersahut-sahutan membuat malam itu semakin ramai.
Aku sendiri menahan geram di sebuah sudut ruangan, merasakan yang namanya kesepian dalam keramaian. Ya, aku geram melihat kekasihku -Joe- tertawa bercanda di meja lainnya sambil memegang gelas yang berisikan minuman keras.
Ya, dengan berat hati dan jengkel aku mengizinkannya menelan minuman terkutuk itu demi menghargai teman-temannya yang lain. Beberapa menit kemudian, dia menghampiriku dan memegang tanganku erat, meminta maaf. Dan di sinilah, kali pertama aku menitikkan air mata di depan Joe. Dengan wajah dipenuhi penyesalan, Joe terus meminta maaf padaku.
"Apa susahnya sih kamu nolak, Joe? Cukup katakan, 'No, thank's. Kenapa itu susah kamu lakuin Joe?" Kira-kira begitu ucapanku malam itu. Aku tak begitu mengingatnya karena kejadiannya sudah begitu lama. Yang kuingat aku KECEWA.
Tepat pukul 00.00 WITA, cahaya warna-warni memenuhi langit kota, begitu indahnya. Aku menggenggam erat tangan Joe dan memintanya untuk Make a wish. Kita berdua sama-sama memejamkan mata, mengucap do'a dalam hati masing-masing di tahun yang baru ini.
"Keinginan aku, bisa terus sama-sama dengan kamu merayakan pergantian tahun selamanya. Dimulai dari tahun ini, tahun depan, dua tahun depan, tujuh tahun depan, lima belas tahun depan, dan selama sisa hidup kita." Itu adalah kejujuran dari Joe, isi hati yang dia ungkapkan kepadaku ketika itu.
Pukul 02.00 dini hari, satu per satu teman-teman Ricko pamit pulang. Aku dan Joe juga ikut berpamitan. Tanpa kutahu, Joe ternyata sempat memberikan kode ke Ricko untuk kembali ke tempat itu sepulang mengantarku. Joe, sekali lagi, kumohon katakan, "Tidak, terima kasih."
Entah karena bunyi petasan yang sesekali masih berbunyi, atau memang efek dari suara musik yang hampir merusak gendang telinga tadi, aku sama sekali tak bisa tidur.
Kulirik handphone, waktu menunjukkan pukul 04.20 WITA. Aku turun dari tempat tidur, keluar rumah sebentar untuk melihat apakah masih ada bintang tersisa di langit? Atau justru langit menyembunyikannya karena manusia lebih memilih mengagumi kembang api yang merekah di langit dibandingkan hiasan langit itu?
Begitu kembali ke kamar, handphoneku menyala. Kulihat ada 2 panggilan tak terjawab dari Joe. Hhmm, baru ketemu udah kangen? Yaaa, jujur aku juga kangen sih. Tapi sudah biarkan saja. Dia pasti tahunya aku sudah tidur karena tak menjawab panggilannya. Aku juga ingin memberikan waktu untuk diriku lebih lama merindukannya. Merindukannya begitu menyenangkan, dulu. Sekarang, merindukannya adalah hal yang paling menyakitkan.
Tak berapa lama berselang, ada satu pesan masuk dari Joe. Segera kubuka tombol amplop yang ada di layar handphoneku, hanya satu kata yang dia kirimkan: "Sayang.." Aaahhh, Joe.. Tuh kan, mukaku pasti memerah, hahaha. Paling bisa deh kamu bikin aku GR. Balas nggak ya? Biarin deh, biar dia jadi gila di sana, hahaha.
Semenit kemudian, Joe memanggil.. Ehem ehem! Aku berdehem mengatur suaraku agar tak kedengaran terlalu senang. "Hey, ini aku, Ricko." Lah? Kok? Raut mukaku seketika berubah. Apaan sih nih orang nelpon gue? "Lo dimana? Joe di rumah sakit sekarang, dia kecelakaan." TUHAAAN... APA SEBENARNYA INI?
Masih dengan pakaian putih yang di sana masih menempel parfum Joe, aku menyusul ke rumah sakit tempat Joe dibawa. Dalam perjalanan menuju rumah sakit, aku tak yakin apa sebenarnya yang kurasakan. Kecewa, marah, sakit hati, sedih, kacau, atau apapun itu aku tak tahu. Ricko menyambutku dengan pakaian yang dipenuhi darah. Oh My God, apa ini darah Joe? Joe? Tuhan.. kumohon..
"Joe mabuk berat tadi waktu dia balik lagi ke tempat gue. Gue udah bilang nginap aja, biar besok gue anterin pulang tapi dia nggak mau. Akhirnya gue ngikutin dia dari belakang karena setahu gue Joe bakal ugal-ugalan di jam-jam sepi kendaraan gini. Dan benar aja kan? Kejadian!" jelas Ricko dengan wajahnya yang sayu dan menyesal.
Joe, bukan ini! Bukan saat seperti tawaran dari Ricko datang yang harusnya keluar ucapan "No, thank you." Bukan saat itu Joe, bukan sayang..
Joe kecelakaan ketika menghindari sebuah mobil dari arah berlawanan hingga dia menabrak pembatas jalan. Dia masih sadar ketika kecelakaan, bahkan sempat mengirim pesan untukku. Joe mengalami Trauma di dada tamponade jantung. Jadi ketika terjadi pendarahan luas, bisa membanjiri paru dan mendorong jantung tak bisa berfungsi normal.
Hari itu tepat tanggal 1 Januari tahun 2014, aku kehilangan Joe untuk selama-lamanya. Aku tersungkur di lantai rumah sakit, menangis histeris melepaskan cinta sejatiku ke alam abadinya. Langitku seolah runtuh, Bumi seakan tak sanggup menopangku lagi. Bahkan hingga detik ini ketika mengenang kejadian itu, rasa sakitnya tak berkurang dan masih sama. Luka itu belum sembuh, entah hingga kapan.
Hidup selalu menyimpan misteri. Malam tadi kita mengucap wish yang hampir sama, namun detik ini semua berubah.
Joe, andai satu kalimat itu kau ucapkan kepada mereka di waktu dan di saat yang tepat, mungkin saat ini kita masih menantikan pergantian tahun bersama.. "No, thank you."
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar